Jumat, 13 Maret 2020

Study Ke Jtv Malang

Rabu, 11 maret 2020 tepat jam 09.00 pagi kami mahasiswa IAI SKJ Malang Prodi KPI berangkat ke stasiun TV Jtv Malang yang berada di daerah Tlogomas, Dinoyo Malang untuk melakukan kunjungan study tentang pertelevisian.

Kami di dampingi oleh Ibu Kaprodi Fauziyah Rahmawati dan Dosen Jurnalistik Pak Alfian. Sesampainya di Jtv kami disambut oleh pihak Jtv yaitu Mbak Oknita Lukma.

Pertama-tama kami dikumpulkan di lantai bawah untuk diperkenalkan dengan program-program yang ada di Jtv. Programnya dibagi menjadi dua News sama produksi. Contoh program dari news adalah Kowal-kawil dan contoh program dari produksi adalah Momenta.

Setelah itu kami diajak ke studio Jtv di lantai 3, disana kami diajarkan tentang bagaimana cara untuk menjadi reporter dan presenter yang baik dan benar.

Setelah itu kami diajak turun ke lantai 2 untuk melihat dan belajar tentang Editor bagaimana cara mengedit video menggunakan komputer.

Habis itu kami turun ke bawah lalu foto bersama pihak Jtv setelah itu kami menunggu diluar dan Ibu kaprodi kami melakukan MOU bersama Jtv, lalu pulang.


Kamis, 05 Maret 2020

Kejamnya Arjuno Part 2

Karang Ploso


Dari kejauhan terdengar suara seperti orang yang sedang menebang pohon, kami pun berjalan mengikuti arah dimana suara itu berada. Dan benar saja ternyata ada seorang pria paruh baya yang sedang menebang pohon, kami pun berlari-lari kecil untuk menghampirinya.

Mas, salah satu dari kami menegurnya. Mau nanya, dari sini kalau ke perkampungan warga masih jauh nggak yah?
Ooh.. masih jauh dek, sekitar satu jam kalau berjalan kaki.
Memangnya adek mau kemana? Tanyanya sambil memberikan kami air mineral dan kue-kue yang mungkin ia bawa dari rumahnya.
Ini mas pokoknya kami mau ke perkampungan warga kami dari kemarin turun dari puncak Arjuno.
Oiya dek, kalian jalan saja lurus ikuti jalan setapak itu sekitar satu jam udah samapi ke perkampungan warga.
Oiya mas, makasih ya.. Mari mas.

Kami pun melanjutkan perjalanan, kini kami merasa bersemangat setelah diberikan arahan jalan dan sedikit makanan oleh mas David. Iya, namanya David salah satu dari teman kami menanyakan nama dari mas-mas penebang pohon itu. Orang kampung kok namanya David celetuk salah satu dari kami dan membuat kami semua tersenyum sembari berjalan ke perkampungan.


Tepat pukul 14.00 kami pun tiba di perkampungan, orang-orang sekitar kelihatan seperti terheran-heran melihat keberadaan kami. Kami pun menghiraukan mereka dan tetap jalan menuju sebuah warung.

Dari mana dek?
Tanya si Ibu warung. Ini bu habis Naik Arjuno, jawab kami.
Howalah kok bisa turun disini sih dek, ini kan jalur yang sudah ditutup 5 tahun lalu dek, Alhamdulillah masih bisa selamat.
Kami pun terkejut dan kaget mendengar pernyataan si Ibu warung tersebut.
Yasudah mandi dulu sana di belakang nanti Ibu siapkan makanan, kata si Ibu dengan rawut muka yang perihatin melihat kami.


Akhirnya kami mandi secara bergantian dan benar saja si Ibu itu menyiapkan kami hidangan makanan. Kami pun merasa tidak enak hati dengan si Ibu itu. Sambil makan salah satu dari kami mengabari teman-teman kami yang turun liwat via Tretes. Ternyata mereka sudah sampai sejak pukul 6 sore kemaren sedangkan kami pada saat itu masih terjebak diatas sana.

Pahlawan kesiangan


Setelah selesai makan, ketika sedang asyik mengobrol dengan si Ibu dan beberapa warga sekitar tiba-tiba kami kedatangan 6 orang tim sar menggunakan Motor.
Ini yang dari Jakarta? Kata salah satu dari mereka.
Iya pak, jawab kami dengan tegas.


Nama daerah ini adalah Karang Ploso. Iya, kami turun lewat jalur yang sudah di tutup 5 tahun lalu. Setelah menceritakan kronologi dari kejadian yang menimpa kami kepada tim sar, kami pun pamit kepada si Ibu warung yang baik hati itu dan juga kepada warga sekitar.

Kami pun dibawa oleh tim sar menuju basecamp Lawang. Setelah sampai, kami beristirahat sambil menunggu teman-teman kami yang sedang diperjalanan menuju tempat yang sama yaitu basecamp Lawang.


Jam menunjukan pukul 18.40, teman-teman yang turun via Tretes sudah sampai ke basecamp Lawang. Suasana haru terjadi tanpa saling menyalahka satu sama lain kami terlarut dalam kebahagiaan karena kami semua telah kembali dengan selamat, Alhamdulillah.

Sekian,

Terima kasih.


Rabu, 04 Maret 2020

Kejamnya Arjuno Part 1

Surabaya


Jum'at 19 Mei 2017 tepat pukul 02.45 kami tiba di Stasiun Gubeng Surabaya, iya kami 13 orang memang sudah merencanakan dari jauh-jauh hari untuk mendaki Gunung Arjuno. Group ini kami namai dengan Team-an Hore yang beranggotakan Romi sebagai ketua lalu Humam, Gugun, Fajar, Apoy, Putra, Uwais, Kuproy, Ibnu, Dimas, Pras, Habibi dan saya sendiri.


Setelah turun dari kreta api dengan pekanya kami langsung menuju warung makan untuk mengisi perut dan beristirahat sejenak sembari ngopi. Setelah merasa fit kami pun beranjak dari warung tersebut dan mencari Angkutan umum yang bisa membawa kami menuju Pasuruan. Iya kami akan mendaki melalui via Purwosari dan berencana turun via Tretes.

Akhirnya kami menaiki Angkot dengan tarif 150 rb menuju Pasuruan, butuh waktu sekitar 2 jam perjalanan untuk menuju kesana. Sekitar pukul 6 pagi kami pun tiba di Purwosari Pasuruan.


Pasuruan


Ternyata kami di turunkan di pinggir jalan, kami kira langsung diantarkan ke basecamp Arjuno.

Dan ternyata untuk menuju basecamp, kami harus menyewa mobil pick up atau ojeg. Tanpa berfikir lama kami pun lebih memilih pick up sebagai transport kami menuju basecamp.


Setelah berbelanja logistik/ bahan-bahan makanan di pasar Purwosari kami pun langsung pergi menuju basecamp. Di tengah perjalanan kami disuguhi pemandangan puncak Arjuno yang gagah salah satu teman kami menyeletuk," Segitu doang Arjuno?".

Iya karena kebanyakan dari kami memang sudah khatam mendaki beberapa gunung di pulau Jawa. Oiya tarif untuk menyewa pick up tadi kami membayarnya 50 rb rupiah saja dengan lama perjalanan sekitar 1 jam.

Setelah sampai di Basecamp kami sarapan pagi, mandi, merapihkan isi Carrier, daftar lalu briefing. Setelah selesai semuanya kami pun siap-siap untuk melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju puncak Arjuno.


Pos 1, Goa Ontoboego


Berjarak tempuh sekitar 60 menit dari Basecamp. Jalur untuk menuju kesini masih dapat dikatakan landai dengan tanjakan yang belum terlalu curam. Jalur pun sangat lebar dengan kiri kanan hutan pinus yang menjadi kanopi dari sengatan sinar matahari.

Begitu memasuki kawasan Goa Ontoboego hutan pinus yang ada semakin merapat hingga menimbulkan kesan adem dan asri. Sesekali bau dupa tercium dari beberapa sudut yang memang nampak digeletakkan beberapa sesaji dari peziarah penganut kepercayaan “Kejawen”.


Pos 2, Tampuono & Sendang Dewi Kunti


Keadaan di pos ini lebih semarak dibandingkan Pos 1 tadi. Karena banyaknya pondokan para peziarah disini. Beberapa warung pun nampak mudah ditemui.


Pos 3, Petilasan Eyang Sakri


15 menit berjalan dari Pos 2 kita dapat menemui Pos 3 atau petilasan Eyang Sakri. Pos yang mempunyai sebuah halaman luas dengan sebuah bangunan rumah yang terkunci rapat. Dapat aku perkirakan jika di dalamnya mungkin sebuah makam atau arca dari Eyang Sakri itu sendiri. Karena memang perjalanan yang masih singkat kami pun melanjutkan kembali pendakian.


Pos 4, Petilasan Eyang Semar


Sinar matahari mulai temaram ketika langkah kami tiba di Pos 4 atau petilasan Eyang Semar. Disini terdapat banyak pondokan persis seperti pada pos 2 Tampuono dibawah sana. Namun yang sedikit berbeda pondokan disini berbentuk semi permanen dengan atas dan dinding dari ranting dan alang alang saja. Namun cukup membuat hangat bagi para peziarah yang bermalam di tempat ini.


Pos 5, Makutoromo



Selepas Pos 4 jalanan kembali menanjak tajam dengan kemiringan yang curam. 30 – 45 menit perjalanan yang harus ditempuh hingga kami tiba di sebuah pelataran luas dengan sebuah punden berundak yang berada tepat di tengah tengah. Kibaran bendera berwarna hijau nampak menghiasi punden ini. sesaji dan dupa pun berderet mengelilingi punden yang nampak sangat keramat ini. Konon di punden inilah dahulu Dewa wisnu sering melakukan pertapaan. Arca arca pun sangat mudah ditemui di sekitaran.


Di pos 5 ini juga merupakan pos paling ideal untuk mendirikan camp sebelum mencapai Puncak Arjuno. Jarak dari puncak masih cukup jauh tapi adanya sumber air dan toilet bersih menjadi nilai tambah untuk camp di Pos 5 ini. Bagi yang tak membawa tenda pun sebenarnya terdapat banyak pondokan berukuran besar yang mampu menampung puluhan pendaki.



Pos 6, Candi Sepilar



Tepat pukul 03.00 alarm berbunyi begitu kencangnya dari handphone. Walaupun malas tapi kami memang harus bangun untuk bersiap siap melakukan “Summit Attack” ke Puncak Arjuno. Karena memang menurut info jarak dari Pos 5 menuju puncak masih sangat jauh sekitar 4 – 5 jam lagi. Maka dari itu kami harus bersiap dari semenjak sebelum subuh.


Tepat pukul 04.00 kami pun mulai melangkahkan kaki meninggalkan pos 5. Dan sekitar 5 menit berselang kami sudah memasuki areal Candi Sepilar. 3 buah arca dengan wajah yang menyeramkan menyambut kedatangan kami. Tepat di tengahnya terdapat sebuah jalur menanjak, dengan bebatuan yang tertata rapi. Kami pun terus melangkah sembari aku hitung arca yang berada di kiri dan kanan jalur. Tepat ada 9 Arca yang mengapit jalur pendakian.


Pos 7, Jawa Dwipa


Kami tiba di Jawa Dwipa tepat beriringan dengan sinar matahari yang mulai muncul di ufuk timur. Semburat cahaya jingga berpadu dengan sisa sisa kegelapan menjadikan sebuah perpaduan siluet yang indah. Gagahnya gunung Semeru di seberang sana semakin membuat pagi kala itu sungguh sempurna. Tak lupa kami bersyukur atas nikmat ini semua. Di Jawa Dwipa ini juga tempat yang cocok untuk camp walaupun tak ada sumber air disini tetapi jarak ke Puncak sudah semakin dekat.

Plawangan


Jalur tiba tiba menjadi landai menyusuri pinggiran jurang dan suasana pun menjadi panas karena jalur sudah tak berada di dalam lingkup hutan pinus lagi. Pohon pohon cantigi dengan padang rerumputan mulai menghiasi.

Jam tangan sudah menunjukkan pukul sebelas siang namun udara sangat sangat dingin ketika kami mulai makan dibawah pohon cantigi yang lumayan rindang. Tangan sampai kebas kedinginan. Makan pun terasa kurang nikmat mungkin karena badan yang terlalu lelah, perut pun hanya terisi sedikit saja. Tapi sudah cukup untuk mengisi tenaga ke puncak.


Puncak Arjuno (Ogal Agil)


Tepat pukul 12.00 siang dan dengan sisa sisa tenaga kami akhirnya sampai di Puncak Arjuno yang biasa orang sebut Puncak Ogal Agil karena batu batu di puncak ini jika dilihat dari bawah seperti bergoyang (Ogal Agil) jika tertiup angin. Bongkahan batu batu berbagai ukuran tersebar di Puncak Arjuno. Melangkahkan kaki pun harus tetap berhati hati jika tak ingin terpeselet dan terjatuh.


Sesampainya di puncak kami tak langsung histeris untuk mengabadikan momen melainkan mencari tempat untuk beristirahat sejenak, karena memang kali ini kami betul betul kepayahan.


Setelah berfoto-foto ria, disini terjadi terpecahnya kelompok. Kelompoknya Romi berjumlah 6 orang yaitu, Humam, kuproy, Ibnu, Putra dan Uwais. Dimana kelompok ini nantinya yang turun duluan dengan niatan mereka akan memasak di tengah-tengah perjalanan turun. Otomatis semua persediaan bahan-bahan makanan dibawa oleh kelompok mereka yang berenam itu, oiya kesepakatan kami yaitu turun via Tretes dan tidak turun via Purwosari yang dimana kami naik melalui via itu.


Sedangkan sisanya yang 7 orang masih ingin menikmati pemandangan Arjuno yang indah padahal cuaca sedang trik-triknya sekitar jam satu siang. Akhirnya kami turun, baru sebentar berjalan kami dibingungkan oleh tiga jalur yaitu jalur lurus,  ke kanan dan ke kiri.


Kami pun sedikit berdebat karena memang tidak ada plang/tanda yang menunjukan arah turun menuju Tretes, salah satu teman kami Fajar dia mempunyai feeling untuk memilih jalur lurus karena kata dia kalau pilih jalur kiri itu turun via purwosari kalau pilih jalur kanan jalannya seperti menuju ke jurang.


Tanpa pikir panjang akhirnya kami meng-iyakan untuk memilih jalur lurus. Waktu terus berjalan menunjukan pukul 3 sore dan kami masih belum menemukan teman-teman kami yang katanya memasak. Kami pun mulai curiga bahwa jalur yang kami ambil itu salah karena selama 3 jam perjalanan jalurnya itu naik turun perbukitan terus.


Kami pun terus berjalan tanpa persediaan makanan dan minuman. Yang tersisa di karrier kami hanya pakaian-pakaian, Satu buah tenda, satu kompor+gas, botol minuman yang tidak ada isinya dan teh sariwangi.


Kami pun terus berjalan tanpa bicara sambil menyesali kenapa pas di puncak tidak bersama-sama saja turunnya. Akhirnya matahari perlahan mulai tenggelam dan malam pun datang.


Kami pun mendirikan satu tenda dan memang hanya ada satu tenda untuk menampung 7 orang. Setelah mendirikan tenda kami menaruh piring-piring kosong yang ada di rerumputan ilalang yang berada di luar tenda kami dengan harapan besok pagi nya sudah terisi air embun karena dari tadi siang tubuh kami belum terisi air. Setelah itu kami pun mengambil posisi masing-masing untuk tidur.


Sekitar pukul 05.30 kami terbangun dan langsung bergegas keluar dari tenda untuk mengambil air embun dipiring-piring yang kami sediakan semalam. Namaun na'as air embun yang kami dambakan itu tidak ada.


Ada suatu kejadian lucu yang membuat kami tertawa diatas penderitaan kami sendiri yaitu teman kami Habibi karena saking hausnya dia meminum air kencingnya Fajar yang ada di piringnya, Haha... sontak kami tertawa yang ternyata Fajar kebangun dan tidak sengaja kencing diatas piring yang tadi air nya diminum oleh Habibi.


Setelah merapihkan tenda kami pun melanjutkan perjalanan di tengah-tengah rumput ilalalang yang tinggi dimana embunnya nempel dijaket-jaket kami dan otomatis kami hisap embun yang menempel itu. Entah kami berjalan tanpa tujuan yang jelas yang kami inginkan adalah kami terus berjalan samapi menemukan perkampungan warga.


Alhamdulillah... Teriak salah satu teman kami. Iya, dia menemukan perkebunan cabai milik warga. Kami pun mensyukurinya karena kalau sudah menemukan perkebunan berarti perkampungan tidak lah jauh.


Kami pun beristirahat disebuah gubuk ditengah-tengah kebun itu dan Alhamdulillah nya kami menemukan air, air yang kami dambakan dari kemarin akhirnya kini ada didepan mata. Tapi sayang airnya keruh dan dipenuhi telur-telur nyamuk. Tapi kami tidak kehabisan akal kami menyaringnya dengan menggunakan kaos kami yang bersih selanjutnya kami merebusnya dan kami membuat teh sariwangi yang seolah-olah membuat kami kuat dan percaya kehidupan masih berpihak kepada kami.


Tepat jam 11 Setelah nyawa kami terkumpul eh tenaga ding, kami pun langsung melanjutkan perjalanan. Namun apa yang terjadi setelah sekitar 1 jam setengah kami berjalan ternyata bukan perkampungan warga yang kami temui melainkan hutan pinus kami pun mulai putus asa untuk melanjutkan perjalanan.


Bersambung..

Tugas Komunikasi Pembangunan

PODCAST DEDDY CORBUZIER Semua orang kini bisa menjalankan peran media massa sebagai sarana penyebar berita dan pesan kepada masyarakat luas....